BUAYA-buaya yang mendiami aliran Sungai Mukut di wilayah Kabupaten Banyuasin, umumnya adalah jenis buaya muara bekatak (Crocodylus porosus). Buaya ini memiliki panjang tubuh 2-6 Meter, dengan bobot tubuh lebih dari 90 Kilogram. Hewan buas ini biasanya hidup di aliran sungai yang keruh. Pohon nipah menjadi tempat buaya ini bersarang ataupun berjemur.
Buaya muara dikenal sebagai buaya terbesar di dunia, jauh lebih besar dari buaya nil (Crocodylus niloticus) dan aligator Amerika (Alligator mississipiensis). Penyebarannya pun juga terluas di dunia. Buaya muara memiliki wilayah perantauan mulai dari perairan Teluk Benggala (Sri Lanka, Bangladesh, India) hingga perairan Polinesia (Kepulauan Fiji dan Vanuatu). Sedangkan habitat favorit untuk mereka adalah perairan Indonesia dan Australia.
Hewan ini biasanya hidup berkelompok dan menunggu mangsa di muara-muara atau pertemuan satu sungai dengan sungai lainnya. Buaya akan mendekati bibir sungai ketika air mulai pasang. Indera penciumannya cukup tajam, apalagi kalau yang berbau anyir darah. Buaya ini biasa keluar dari sarang pada sore hingga malam hari untuk mencari mangsa.
Buaya muara mampu melompat keluar dari air untuk menyerang mangsanya.
Bahkan bilamana kedalaman air melebihi panjang tubuhnya, buaya muara mampu melompat serta menerkam secara vertikal mencapai ketinggian yang sama dengan panjang tubuhnya. Buaya muara menyukai air payau/asin, oleh sebab itu pula bangsa Australia menamakannya saltwater crocodile (buaya air asin). Selain terbesar dan terpanjang, buaya muara terkenal juga sebagai jenis buaya terganas di dunia.
Kadis Hutbun Banyuasin Ir Suhada Aziz Umar melalui Kabid Sanpras Fahmi Rofiq mengatakan jika habitat buaya muara di Kabupaten Banyuasin, kebanyakan berada di aliran sungai Banyuasin di Kecamatan Tanjunglago, Banyuasin 3, Tungkal Ilir, Pulaurimau dan Sungsang. Untuk Pulau Rimau, aliran Sungai Mukut memang menjadi habitat terbanyak buaya muara, di Kecamatan Banyuasin 3, seperti Desa Terlangu, Sembawa dan Simpang PU, Kecamatan Tanjunglago.
Sejak lima tahun terakhir, sedikitnya 20 orang--tewas maupun selamat--yang telah menjadi keganasan buaya muara. Para korban tewas, umumnya ditemukan dalam keadaan jasad yang sudah tidak utuh lagi. Seperti, hanya ditemukan badan, kepala atau kaki saja.
“Bahkan dalam empat kali kasus warga yang dimakan buaya di Desa Terlangu, Sembawa semuanya sampai saat ini tidak ditemui jasadnya,” katanya sembari menambahkan, korban umumnya adalah warga yang mencari ikan dan kayu gelam pada sore hari dan kondisi air sudah mulai pasang.
Diterangkan Fahmi, pihaknya sudah memasang papan pengumuman dan menghimbau warga untuk menjauhi bibir sungai ketika sore hari dan air dalam kondisi pasang.Pihaknya sendiri, lanjut Fahmi, kewalahan menangani keganasan buaya muara. Selain populasinya banyak, habitatnya juga tersebar dimana-mana.
“Apalagi hewan ini dilindungi, jadi tidak bisa serta merta dalam penanganannya, harus melalui prosedur dan ini hanya BKSDA yang memahaminya,” tandasnya. (udn/cw2)
|
-visit us: @Mr_ikky and Friends- |
- Blogger Comment
- Facebook Comment
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
0 komentar:
Posting Komentar