Seorang nelayan di Paloh, Kalimantan Barat, bernama Rasidin, dikejutkan dengan penemuan seekor buaya, atau yang dikenal dengan sebutan ‘jalu’ dalam bahasa lokal di Paloh, tersangkut jaring miliknya. Buaya yang terjerat jaring tersebut ditemukan pada tanggal 18 April 2014 lalu sekitar pukul 08.00 WIB, sesaat ketika Rasidin hendak mengangkat jaring setelah semalaman dipasang.
Buaya muara (Crocodilus porosus) ini ditemukan sudah dalam keadaan mati, yang mana bagian mulutnya menganga dan terjerat jaring. Rasidin memperkirakan buaya tersebut sedang mencari makan, karena di jaring yang sama ditemukan pula seekor ikan kakap yang sudah tidak dalam kondisi utuh.
Rasidin cukup terkejut karena buaya tersebut terhitung berukuran besar, dengan panjang tubuh 2.66 meter dan berat lebih dari 100 kg. “Ini adalah buaya kelima dan terbesar yang pernah saya dapat selama menjadi nelayan jaring pancang,” ujar Rasidin.
Rasidin berharap kejadian seperti ini tidak akan terulang lagi. “Selain buaya merupakan kerabat dekat manusia, kejadian ini menyebabkan jaring milik saya rusak sepanjang 1 utas (30 meter) akibat tergulungnya buaya didalam jaring, dari aris kepala hingga aris kaki,” lanjut pria berusia 30 tahun ini.
Rasidin adalah seorang nelayan yang menangkap ikan dengan menggunakan jaring nilon. Dia memiliki 6 utas jaring dengan kedalaman jaring pancang 3 meter sehingga panjang total pukat nilon adalah 180 meter dengan mata jaring 4 inchi. “Saya memiliki pukat nilon lebih dari 1 unit,” ungkapnya. Rasidin selalu memasang jaring pancang di Sungai Merbau tiap pukul 15.00 WIB, dan kemudian diangkat pada pukul 08.00 WIB keesokan harinya.
Menurut pria yang sudah menjadi nelayan sejak kelas 2 SD ini, ada tradisi keluarga yang tidak memperbolehkan buaya untuk dilihat apalagi sampai ditangkap atau ditemukan dalam keadaan mati. “Menurut kepercayaan suku Bugis, buaya masih tergolong kerabat. Konon, nenek moyang orang Bugis ada yang menyelamatkan diri dengan cara menyamar sebagai buaya. Karena hal inilah, manusia tidak diperbolehkan membunuh buaya,” jelas Rasidin. “Kalaupun ada yang tidak sengaja ditangkap atau ditemukan dalam keadaan mati, maka buaya tersebut harus dikubur layaknya keluarga,” lanjutnya.
Penjelasan Radisin ini ternyata tidak sebatas kata-kata. Setelah mengangkat buaya dari dalam jaring, Rasidin membawa buaya itu dengan motor menuju rumahnya untuk dibersihkan dan dibungkus kain putih, kemudian dikubur di pemakaman muslim di dekat rumahnya.
Tertangkapnya buaya muara ini merupakan kejadian kedua dalam kurun waktu 6 bulan terakhir di Muara Paloh, yang mana sebelumnya pernah ditemukan buaya muara yang tidak sengaja terjaring (bycatch) oleh nelayan Liku di akhir tahun 2013.
“Fenomena bycatch ini menunjukkan diperlukannya penelitian lebih lanjut tentang kondisi perairan dan perikanan di Kecamatan Paloh, serta mendorong Pemkab Sambas untuk mengatur kebijakan zonasi perairan pesisir,” kata Hermayani Putera, Kalimantan Regional Leader dari WWF-Indonesia. “Dengan diaturnya kebijakan tersebut, nelayan tetap dapat memperoleh ikan dan satwa yang dilindungi tetap terjamin kelestariannya,” lanjutnya.
Kejadian matinya buaya di jaring milik Rasidin ini menambah data dasarbycatch di Paloh, yang mana terhitung berfrekuensi cukup tinggi. Selain buaya, satwa lain yang sering dikategorikan sebagai satwa bycatch di Paloh adalah penyu dan lumba-lumba.
kunjungi juga penjualan aligator
|
-visit us: @Mr_ikky and Friends- |
0 komentar:
Posting Komentar