Buaya Irian merupakan satwa endemik yang hanya terdapat di kepulauan Irian, yaitu di Propinsi Irian Jaya Barat dan Propinsi Papua. Grzimek 1975 menyatakan klasifikasi dari buaya irian adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Phylum : Vertebrata
Class : Reptilia
Ordo : Loricata atau Emidosauria
Famili : Crocodylidae
Genus : Crocodylus
Spesies : Crocodylus novaeguineae Schmindt 1928
Buaya merupakan satwa yang tempat hidupnya sebagian besar di air. Jika siang hari buaya berjemur di tepian sungai, di tempat terbuka. Ketika hari mulai gelap sampai sebelum fajar, buaya mulai aktif mencari makan karena buaya merupakan satwa nokturnal yaitu satwa yang aktif di malam hari.
Buaya merupakan binatang bertulang belakang (vertebrata). Memiliki ciri has yaitu bagian tubuh dilindungi oleh sisik yang berupa plat sisik dari zat tanduk pada bagian punggung. Memiliki lubang dubur memanjang (longitudinal). Pada bagian perutnya terdapat sisik yang lebih kuat. Mempunyai ekor yang kuat dan panjang. Memiliki lubang-lubang di anterior bagian kepala, mata vertikal dan bagian telinganya dapat digerakan. Buaya dapat beradaptasi dengan keadaan lingkungannya seperti panas dan air hal demikian untuk mengendalikan suhu tubuhnya.
Buaya irian merupakan satu-satunya spesies yag baru ditemukan oleh Schidt pada tahun 1928 dan relatif tidak pernah dipelajari. Ciri-ciri spesies ini adalah mempunyai 4-6 sisik post occipital yang besar. Tonjolan tulang di sisi depan rongga matanya tidak menyolok, dua tonjolan ada di tengah-tengah antara mata dan ujung moncongnya. Sisik perut besar dengan jumlah sisik 23-27, rata-rata 25 baris. Sisik dorsal rata-rata 8 baris. Warna biasanya kelabu atau kuning pudar, kehijauan dan hitam. Buaya ini berwarna gelap sesuai dengan umur, seperti pada buaya tua kelihatan hitam pekat. Selain itu, Kurniati (2002) mengatakan bahwa Crocodylus novaeguineae memiliki warna coklat muda atau abu-abu kehitaman pada punggungnya dan perut berwarna kuning. Terdapat garis-garis tebal dan bercak-bercak pada punggung serta ekor yang berwarna hitam. Jumlah baris sisik leher di bagian tenggorokan 37, dan panjang dewasa jenis buaya ini dapat mencapai 4 meter.
Buaya merupakan hewan reptil bereproduksi dengan mengeluarkan telur. Laju perkembangan embrio sangat bergantung temperatur, gas (O2 & CO2), dan kelembaban lingkungan sarang. Pada suhu tinggi (34-35o C), embrio dapat mengalami kematian atau keabnormalan di saat awal. Suhu rendah (26-28o C), masa inkubasi lambat dan anak-anak buaya yang menetas memiliki daya tahan hidup yang sangat rendah. Masa inkubasi berlangsung selama 65-95 hari pada suhu 30o C. Dengan demikian, suhu optimum untuk inkubasi berada pada selang antara suhu rendah dan suhu tinggi, yaitu pada suhu 29o C sampai 33oC. Buaya memiliki perilaku berjemur (basking) ketika pagi sampai siang hari sebelum panas matahari sangat terik untuk menaikkan suhu tubuhnya pada suhu yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan yang normal. Berjemur (basking) juga dilakukan untuk mengembalikan kalori yang hilang selama berendam di dalam danau di malam hari. Kegiatan ini dilakukan dengan cara buaya mencari tempat yang lebih terbuka sehingga cahaya matahari dapat langsung mengenai tubuhnya. Setelah itu buaya membuka mulutnya sebagai mekanisme pendinginan, dimana evaporasi dari membran mulutnya membantu menjaga temperatur tubuhnya menjadi konstan pada tingkat yang cocok untuk melakukan kegiatan.
Buaya merupakan satwa karnivora yang tidak memilih-milih mangsanya. Buaya juga merupakan pemangsaoportunistik, yaitu satwa yang memangsa satwa mangsanya dengan mencari kesempatan disaat satwa mangsanya lengah. Jenis makanannya sangat bervariasi, mulai dari kerang (remis) air tawar sampai kerbau. Anakan yang baru menetas biasanya memangsa insekta atau serangga, walaupun beberapa spesies dibeberapa habitat memiliki spesialisasi makanan seperti kepiting, udang dan ikan kecil. Buaya Irian membuat sarang dekat dengan sumber makanan agar ketika bertelur tidak terlalu jauh dari sarang sehingga dapat terus menjaga sarangnya. Buaya air tawar Irian cenderung untuk membuat sarang dekat dengan sumber makanannya. Dengan kebiasaan makan dari buaya irian maka peran ekologis dari buaya irian adalah top predator di suatu ekosistem perairan dan menjadi penyeimbang populasi rantai makanan dibawahnya.
Kelestarian buaya Irian mendapatkan ancaman dari kegiatan manusia berupa perburuan, konversi habitat, dan arus lalulintas masyarakat mencari ikan serta pulang pergi ke kebun. Perburuan merupakan ancaman utama. Kegiatan berburu ini biasanya dilakukan oleh masyarakat. Buaya Irian merupakan satwa endemik yang hanya terdapat di kepulauan Irian, yaitu di Propinsi Irian Jaya Barat dan Propinsi Papua. Berdasarkan PP No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwaliar dan pemanfaatannya harus seijin Menteri Kehutanan Indonesia. Berdasarkan CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) atau konvensi perdagangan internasional tumbuhan dan satwa liar spesies terancam, buaya Irian dimasukkan dalam Apendiks II. Apendiks II yaitu daftar spesies yang tidak segera terancam kepunahan, tapi mungkin terancam punah bila perdagangan terus berlanjut tanpa adanya pengaturan.
Kelestarian populasi buaya Irian ditunjang oleh kelestarian habitatnya. Oleh karena itu perlu dilakukan pengelolaan habitat agar populasi buaya irian dapat lestari. Pengelolaan ini dapat dilakukan terhadap faktor-faktor yang dapat dirubah dan diusahakan. Pengendalian habitat ini harus dilakukan bukan hanya oleh pihak pengelola saja namun harus adanya kerjasama antara pihak pengelola dan masyarakat sekitar.
|
-visit us: @Mr_ikky and Friends- |
- Blogger Comment
- Facebook Comment
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
0 komentar:
Posting Komentar